Dilahirkan di kebun, dan
menghabiskan banyak waktunya di hutan, saat ini diusia seratus tiga belas tahun
Ia masih tersenyum untuk anak, cucu dan cecenya. David Doni Kenire namanya. Ia sering di sapa Ama Doni Kenire. Berasal
dari Honihama Desa Tuwagoetobi Kecamatan Witihama Kabupaten Flores Timur. Lahir
dari Ibu Sabu Komek suku Lama Ewak dan Ayahnya bernama Doni.
Doni
Kenire dilahirkan pada tahun 1902 di Kebun tepatnya di Tunuwiti. Ia dilahirkan saat
ibunya pergi ke kebun memanen jagung. Tunuwiti
zaman itu dimanfaatkan oleh warga sebagai lahan pertanian berada di antara
Honihama Desa Tuwagoetobi dan Deri Desa Dua Belolong.
Mereka
dua bersaudara. Adiknya bernama Aleksander Sanga. Ibu mereka Sabu Komek
meninggal dunia sejak mereka masih kecil. Bersama Bapa dan adiknya, bertahan
hidup dengan bercocok tanam dan berburu di hutan Tunuwiti.
Selain
tinggal di Tunowiti mereka juga
tinggal dan bercocok tanam di Oring Bele Gunung wilayah dari Desa
Tuwagoetobi yang terletak dilereng Gunung Boleng Adonara.
Saat
ada ajakan warga lain untuk masuk kampung dan mengikuti sembahyang (awal agama
katolik masuk ke kampung Honihama), Mereka kemudiaan pindah dan tinggal di
Dusun Lewobelolon Desa Tuwagoetobi, hingga saat ini. Doni Kenire menikah dengan
Theresia Dai Doni dan melahirkan tiga orang anak diataranya: Maksimus Raya Hama
(64thn), Kristina Surat Bala (60) dan Syurani Surat Boro (57).
Istrinya
Theresia Dai Doni meninggal pada tahun 1994. Saat ini Doni Kenire memiliki tujuh
orang cucu, dan empat orang cece.
Ditanya
apa rahasiannya hingga mencapai usia maksimal diatas seratus, dengan suara
terbatah – batah dalam bahasa daerah Adonara Ia
mengatakan bahwa “ too ata melah
sare” dalam pengertiaan bahasa Indonesia berarti “berbuatlah baik dengan
orang disekitar kita”. Ata rae dore rae,
tite dore tite, ake kepae ata ulika umena” orang punya milik biarkan
menjadi milik mereka, jangan mengaku milik kita, jangan ceritra orang punya
kekurangan atau kelemahan.
Doni
Kenire, baru istirahat dan tidak lagi berkebun dan mengiris tuak pada tahun 2007.
Sebelum itu, Ia memiliki 2 Kebun yang didalamnya ditanami Jagung, kacang, dan
berbagai tanaman lain, dan mengiris tuak sebagai pekerjaan sampingannya.
Kepada
anak dan cucunya Ia selalu berpesan bahwa janganlah malas. Untuk bisa makan
maka harus bekerja. Kalau tidak kerja maka tidak bisa makan. Kami dulu tidak
mengenal sekolah, sekarang zamannya sudah berubah dan anak cucu saya harus
sekolah, sekolah sampai tingkat tertinggi untuk bisa hidup layak, dan tidak
menganggu kenyamanan hidup orang lain, tuturnya dalam bahasa daerah.
Hasil
didikan kepada anaknya, saat ini Ia memiliki dua cucu yang mendapat gelar
Sarjana Pendidikan. Maksi Masan, S.Pd saat ini menjadi Guru PNS pada lingkup
Dinas PPO Kabupaten Flores Timur dan Syaria Eka Pehan, S.Pd yang baru diwisuda
pada bulan Maret 2015 kemarin.