WEEKLYLINE.NET_Perlu ada satu gerakan mencintai tanah kita. Kalau Gemohing yang ada tetap dipertahankan yakinlah bahwa kita hidup layak. Kerjakanlah Kebun kebunmu secara bersama–sama, dan dalam kebersamaan itu kesejahteraan akan terwujud. Dan gemohing merupakan gerakan untuk mencintai tanah itu
Setelah
pada bulan Oktober menerima Penghargaan Kusala Swadaya tahun 2013 di
Jakarta, Kelompok Tani Lewowerang (KTL) yang berada di Desa Tuwagoetobi
Kecamatan Witihama pada 05 Oktober 2013 menggelar diskusikampung dengan
Tema Kelompok Tani Lewowerang (KTL) Diantara Kapitalisme dan Budaya.
Diskusi Kampung ini terjadi di Desa Tuwagoetobi sejam setelah rangkaian acara adat glete plumut (peresmian)piala yang diberikan Oleh Bina Swadaya kepada Kelompok Tani Lewowerang yang diikuti oleh sekita 600 peserta.
Banyak
pemateri yang hadir saat itu, misalnya Pater Pit Nong, SVD materi
Kolaborasi Antara Gemohing dan Koperasi dalam konteks
kewirausaan, sementara Pater Lorens Usen, SVD dengan materi Gemohing dan
Koperasi dalam Budaya Lamaholot, dan Gemohing dan Koperasi Dalam
tantang Kapitalisme oleh Ola Alexander Sebastiandengan Moderator Vero
Lamahoda.
Kamilus Tupen Jumad pada
kesempatan menyampaikan bahwa kesuksesan yang diraih hari ini bukan
semata mata dari kekuatan seorang Kemilus juga bukan kekuatan Kelompok
Tani Lewowerang melainkan turut campur tangan Leluhur Lewotana
Lamaholot. Karena bagi Kemilus Gemohing merupakan suatu metode dalam
bekerja di Kampung sudah jauh sebelumnya diwarisakan oleh leluhur nenek
Moyang.
Pater Pit Nong, SVD dalam
materinya mengatakan bahwa Lewotana (Kampung halaman) Lamaholot adalah
ibu yang mengandung, melahirkan dan membesarkan dan memberi makan.
“Perlu ada satu gerakan mencintai tanah kita. Kalau Gemohing yang ada tetap dipertahankan yakinlah bahwa kita hidup layak. Kerjakanlah Kebun kebunmu secara bersama–sama, dan dalam kebersamaan itu kesejahteraan akan terwujud. Dan gemohing merupakan gerakan untuk mencintai tanah itu” tutur Pater Pit Nong.
Sementara
itu Ola Alexader Sebastian dalam bedaan materinya berkaitan dengan
Gemohing dan Koperasi dalam tantangan Kapitalisme menjelaskan adalah hal
yang sangat luar biasa ketika semangat ini muncul dari
kalangan petanidesa yang saling bahu membahu dalam mengolah lahan,
menanam hingga sampai pada panen hasil.
Gemohing sebenarnya memiliki tiga nilai yaitu nilai kemanusiaan, sosial dan gotongroyong.
“Saya
yakin masyarakat kita masih tetap hidup cukup tanpa harus menerima dan
mengkonsumsi Beras Miskin,” ungkap Sebatian lalu menutup pembicaraannya
dengan mengajar masyarakat untuk tetap
mencintai tanah denganmengolah lahan perkebunan dengan baik.
Sedangkan Pater
Lorens Usen, SVD, yang menjadi pembicara terabir mengatakan sebuah
kelompok yang ada di Kampung memang awal kehadirnya begitu sulit
dibangun. Untuk membangun dan menghidupkan sebuah kelompok memang
butuh kerja keras, ketekunan.
Pater
mengulas bahwa Gemohing sebenarnya ada karena rasa ingin saling membantu
antara satu dengan yang lain. Gemohing itu ada kalau lebih dari satu
orang. Dalam Gemohing tidak di kenal sebuah aturan tertulis, hanya ada
kesepakatan – kesepakatan lepas, tidak ada denda tetapi gemohing
berjalan bagus. Karena orang taat. Taat pada kesepakatan. Gemohing juga
bisa jalan karena orang merasa ada rasa keadilan dalam gemohing. Ada hak
ada kewajiban.
Selain itu, Gemohing
juga berangkat dari rasa kasihan antara satu dengan yang lainnya. “Dalam
Gemohing orang tidak mencari keuntungan sendiri-sendiri. Tidak ada niat
mencari kepentingan pribadi. Semuanya bekerja sama antara sesama
sebagai kakak adik dan bersaudara”, demikian Pater Lorens. (Maksimus Masan Kian)
dimuat di http://www.weeklyline.net/
komentar itu penting
sebab itu katakan apa yang ingin adan katakan
katakan yang baik atau buruk
asal jangan berkata tentang SARAH dan menyinggung orang lain
EmoticonEmoticon